Saturday, December 26, 2015
Berlangganan

Kecewa Dengan BPJS? Ini Jawaban nya!


Kesehatan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah dinilai berhasil melindungi lebih dari 155 juta penduduk Indonesia atau sekitar 60 persen dari keseluruhan penduduk di Nusantara. Namun, BPJS Kesehatan yang merupakan badan yang dipercaya untuk mengurus program JKN, masih dinilai tidak baik dan tidak efektif dalam pelaksanaannya di lapangan.

Bisa dilihat dengan banyaknya pemberitaan mengenai kualitas pelayanan klaim BPJS Kesehatan yang tidak memuaskan di beberapa rumah sakit. Hal tersebut disebabkan oleh defisit keuangan JKN. Untuk melindungi 60 persen peserta BPJS Kesehatan, dana total untuk belanja kesehatan penduduk Indonesia hanya 20 persen saja.

Itu berarti tingkat perlindungan masih rendah, yaitu hanya sepertiga saja. Tidak heran jika kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia masih buruk. Dr. Togar Sialagan, MM, M.Kes, Kepala Litbang BPJS Kesehatan mengatakan, kurang maksimalnya pelaksanaan program ini karena masalah defisitnya anggaran.

"Pemasukan dari iuran setiap tahun sudah dinaikan, tetapi masih saja terjadi defisit," katanya saat ditemui diacara 'Diskusi Kaleidoskop Kesehatan 2015, Jaminan Kesehatan dan Rokok' di Restoran Bunga Rampai, Menteng, Jakarta Pusat. Rabu, 23 Desember 2015.

Ia juga menambahkan salah satu penyebab terjadinya defisit karena banyak pengguna yang menggunakan rujukan ke rumah sakit besar untuk masalah kesehatan yang ringan, seperti influenza dan flu. Menurut Prof. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr. PH selaku Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, selain masalah itu, banyak para pegawai BPJS Kesehatan dan pejabat pemerintah yang tidak menggunakan JKN. Malahan menggunakan asuransi swasta.

"Harusnya para pejabat pemerintah dan karyawan BPJS menggunakan JKN, untuk memahami dan mengetahui baik atau buruknya layanan tersebut," ujarnya saat ditemui di acara yang sama.

Ia menambahkan dengan pemahaman dan penghayatan, diharapkan dapat membuka mata mereka dan mau mengupayakan dana yang mencukupi untuk meningkatkan kualitas JKN. Hasbullah juga memberikan solusi untuk menutupi defisit dari JKN tersebut dengan menaikan harga dan cukai rokok yang nantinya dialirkan untuk menutupi defisit dan memperbaiki kualitas JKN.

Pihaknya telah melakukan survei kepada pengguna BPJS Kesehatan yang merokok. Isinya menunjukkan bahwa kenaikan harga rokok sebesar 30 persen atau menjadi Rp20.000 per bungkus tidak akan mengurangi konsumsi masyarakat terhadap rokok.

"Para responden setuju menaikan harga dan cukai rokok untuk membiayai defisit BPJS Kesehatan," tambahnya. Ia yakin mekanisme ini adalah cara yang paling andal untuk meningkatkan dana JKN. (Arman Maulana Azis)